Musik untuk Anak di Pelosok

Minggu, 21 Januari 2018 - 11:05 WIB
Musik untuk Anak di...
Musik untuk Anak di Pelosok
A A A
JAKARTA - Memanfaatkan liburan untuk berbagi dengan sesama. Inilah yang kerap dilakukan pemain harpa Jessica Sudarta bersama teman-temannya.

Melalui bidang yang ia kuasai, musik, Jessica menularkan kepandaian kepada anakanak di perdesaan. B erbagi ilmu secara cuma-cuma dengan anak-anak di pelosok memberi warna baru pada momen liburan Jessica dan teman-teman.

Di tengah kesibukannya sebagai harpis berprestasi di tingkat dunia, dara asal Surabaya yang mengecap pendidikan musik di Negeri Paman Sam ini menjalani aktivitas sosial yang dibalut dalam gerakan bertajuk Love for Indonesia.Seperti apa itu? Dan, bagaimana pula ia bisa jatuh cinta pada alat musik harpa? Inilah cerita Jessica kepada KORAN SINDO.

Bisa diceritakan mengenai program yang Anda buat?
Program Love for Indonesia ini mulai ada pada Juni 2017. Program ini seperti camp musik dan bahasa Inggris serta pendidikan karakter untuk anak-anak di perdesaan. Mereka yang tidak punya akses untuk belajar musik dan bahasa Inggris bisa belajar dengan kami. Adik-adik tersebut kami ajari memainkan alat musik standar sesuai yang akan mereka temui di sekolah nanti, yakni recorder dan pianika. Juga selalu diselipkan pendidikan karakter berguna untuk menanamkan nilai.

Di mana letak perdesaannya dan apa alasan memilih tempat tersebut?

Saat ini masih satu daerah di Gianyar, Bali. Alasannya teknis, karena cukup dekat dengan Surabaya, domisili saya dan temanteman. Bali terkenal kaya akan budaya. Kami mau mengeksplorasi bakat mereka yang ternyata cukup potensial. Alat musik yang diajarkan recorder dan pianika.

Apa tujuan program Love for Indonesia ini?
Pada awalnya ini proyek iseng sama teman. Kami ingin mengisi liburan dengan hal bermakna. Setelah merasakan pertama kali mengajar, kami sangat senang. Rasanya kurang untuk mengajar. Akhirnya terbentuklah sebuah yayasan atas dukungan dari teman dan para orang tua kami. Untuk pendidikan karakter, sama seperti pelajaran kewarganegaraan di sekolah. Mengingatkan adik-adik di perdesaan untuk selalu mengasihi dan menghargai teman mereka.

Anda seorang harpis muda berprestasi secara global dan kini mulai menapaki karier. Bisa diceritakan sejak kapan menjadi harpis dan tertarik memainkan harpa?
Saya bermain harpa sejak tujuh tahun lalu, saat kelas satu SMP. Mulai tertarik saat teman SD saya menceritakan mengenai harpa. Dari situ saya bermimpi, suatu hari nanti bisa main harpa seperti princess dari cerita dongeng. Bayangan saya saat itu masih seperti itu. Kebetulan juga saya sudah belajar bermusik, bisa memainkan piano dan olah vokal. Guru piano bilang saya punya bakat di musik, jadi tidak ada salahnya mencoba alat musik baru. Akhirnya saya coba belajar harpa dan ternyata memang senang memainkannya. Jadi keterusan untuk serius mengambil kuliah musikalitas harpa.

Jadi Anda mengambil jurusan khusus harpa. Apa yang melatarbelakangi Anda untuk serius memainkan musik ini?
Saya ingin memajukan pendidikan musik di Indonesia, khususnya harpa. Karena masih bisa dihitung dengan jari harpis yang memang hobi sampai yang suka perform. Begitu juga pelatihnya. Saya melihat bakat musik anak Indonesia sebetulnya sangat potensial. Saya melihat sendiri setelah mengajar, musikalitas mereka ada. Tidak semua anak di luar negeri bisa seperti anak Indonesia. Mungkin karena keberagaman budaya kita yang sudah ditanamkan sejak kecil. Saya juga mengajar sejak SMA. Sampai sekarang, walaupun sering tidak berada di Indonesia, saya tetap mengajar melalui Skype.

Sudah banyakkah generasi muda yang tertarik pada harpa dan apakah alat musik ini mudah dimainkan?
Lumayan. Murid saya saja sudah 10 orang yang sangat serius. Susahsusah gampang. Penting sekali bagi seorang harpis untuk menyukai alatnya, karena banyak sekali yang dikorbankan dari materi sampai waktu. Seorang harpis juga harus bisa memasang senar sendiri, mengaturnya, bahkan membawa alatnya seorang diri. Dedikasi yang pemain alat musik lain tidak merasakannya. Ada 47 senar yang besar maupun kecil, kadang senarnya putus, terlebih karena cuaca di Indonesia yang panas. Harpis harus bisa merawatnya supaya harpa tidak retak dengan mengatur suhu kamar. Jadi memang agak complicated karena merawatnya cukup merepotkan. Itu menjadi tantangan tersendiri buat seorang harpis. Itu juga yang membuat jarang orang tertarik pada harpa jika melihat dari luar saja. Jari-jari pun harus siap kapalan, banyak tantangannya deh.Kalau untuk permainannya, selama punya jiwa musik dan passion di bidang musik, pasti bisa menguasai. Harpa sebenarnya mudah dimengerti.

Apakah bisa harpa di ga bung kan dengan musik masa kini?
Harpa ialah alat musik klasik yang biasa dimainkan dalam sebuah orkestra. Tetapi, sekarang sudah banyak musisi yang memainkan harpa dalam jazz klasik, band klasik, kadang ada harpa elektrik. Baru-baru ini saya dengar (harpa dimainkan pada) lagu milik sebuah grup musik berjumlah tiga orang asal Indonesia. Mereka lebih ke aliran pop R&B, tetapi ada alunan musik harpanya juga.

Sejak kapan Anda ikut festival musik?
Dari SMP sudah mulai ikutan festival musik. Di daerah saya, Surabaya, juga sering ikut. Sekaligus mengenalkan harpa kepada masyarakat. Agustus lalu saya mendapat kepercayaan untuk bermain bersama orkestra yang mengiringi penampilan diva opera, Sarah Brightman, di Prambanan Jazz Festival.

Prestasi tertinggi apa yang pernah diraih dan paling berkesan bagi Anda?
Saya juara satu pada sebuah kontes musi c al online di Amerika Serikat. Seluruh alat musik bisa ikutan. Saya bisa menang mengalahkan peserta yang tampil membawakan alat musik lain. Jadi ini kontes online.Saya cukup mengirimkan video. Saat itu saya mengirimkan video ketika sedang bermain bersama orkestra membawakan karya Saint Saens. Bangga sekali rasanya. Tapi, dari banyak prestasi yang saya dapatkan, paling bangga bisa terlibat dalam berbagai konser amal serta kegiatan sosial untuk membuka akses pendidikan bagi anakanak di pelosok. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0644 seconds (0.1#10.140)